Mulai dari struktur ABT sampai brainwriting, Roemah Inspirit merangkum lima pembelajaran yang didapat dari kelas Suluh Penggugah Batch 1 dan 2 pada bulan Juli dan Agustus lalu.
Salah satu ‘penyakit’ yang kerap dimiliki Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) adalah kecenderungan berpikir semua orang punya kepedulian yang sama besar terhadap isu yang mereka angkat. Misalnya saja perihal reduksi dampak perubahan iklim dan kapitalisme, walaupun hal itu menjadi tanggung jawab kita semua, bisa jadi nggak semua lapisan masyarakat merasa demikian.
Bukan karena masyarakat kita nggak cukup pintar untuk mengerti isunya, tapi kita sebagai pemberi pesan harus mengevaluasi cara menyampaikan masalah. Jangan-jangan, alih-alih mendorong publik untuk bergerak, pesan yang njelimet dan sulit dimengerti itu malah bikin pembaca tambah malas bergerak dan apatis.
Untuk perlahan menyelesaikan masalah ini, Communication for Change bersama Roemah Inspirit merancang serangkaian kelas daring dan luring bertajuk Suluh Penggugah. Melihat dirinya sebagai sebuah ‘dojo’, Suluh Penggugah membantu pekerja komunikasi sektor nirlaba merancang pesan perubahan yang lebih efektif. Untuk kamu yang belum berkesempatan menjadi peserta Suluh Penggugah, Roemah Inspirit merangkum lima hal penting yang didapatkan dari kelas luring batch 1 dan batch 2 pada bulan Juli dan Agustus lalu.
1. Pentingnya Menyasar Kebutuhan Penerima Pesan
Pernah merasa tergugah dengan iklan yang kamu lihat? Coba tonton kampanye “What If” dari IKEA Malaysia, deh. Dalam iklan tersebut, IKEA mengajak audiensnya mengimajinasikan alternatif perilaku alih-alih mencipta lebih banyak produk yang berkontribusi pada pencemaran lingkungan. Mereka nggak pakai kalimat sulit mendakik-dakik, namun fokus pada kebutuhan dasar pembelinya seperti keluarga, rasa keingintahuan, berhemat, dan idealisme. Pesannya sederhana tapi mengena: bagaimana jika kita membuat pilihan-pilihan baru yang lebih baik untuk sesama?
Ketika merancang pesan perubahan, pertimbangkan apa yang audiensmu anggap penting alih-alih apa yang kamu dan organisasimu anggap penting. Teori motivasi dari Steven Reiss menjelaskan bagaimana kebutuhan dasar seseorang dapat mendorong mereka melakukan sesuatu. Coba mulai kreasikan pesanmu berdasarkan pada kebutuhan dasar itu. Misalnya, jika kebutuhan dasar audiensmu adalah untuk merasa keren (status sosial), buatlah pesan kampanye yang mencerminkan citra itu. Namun jika kebutuhan dasar audiensmu adalah hidup aman dan tenteram bersama orang terdekat, susun kampanye yang dapat memenuhi kebutuhan mereka akan keluarga dan rasa keteraturan. Kamu bisa baca lebih lanjut tentang 16 Kebutuhan Psikologis Manusia untuk membantumu memetakan kebutuhan penerima pesan.
2. Pertimbangkan Pandangan Penerima Pesan
Dear OMS, jangan paksa semua orang untuk jadi se-woke kamu! Selain menyebalkan, memaksakan idealismemu ke penerima pesan justru akan bikin kampanye kamu jadi nggak efektif. Faktanya, audiens akan lebih mudah menerima pesan yang dirasa sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Lakukan riset tentang pandangan apa yang mayoritas audiensmu percaya, dan rancanglah kampanye berdasarkan pada data itu. Penting untuk diingat, kampanye yang kamu susun harus dapat membuat audiensmu merasa terhubung. Bagaimana caranya? Pastikan pesannya relevan, penting, dan bermanfaat bagi mereka–bukan bagi kamu aja ya~
3. Menyusun Teori Perubahan yang Jitu
Kita semua ingin perubahan, tapi gimana caranya? Teori perubahan atau Theory of Change (ToC) bukan cuma trik supaya proposalmu lolos diterima donor, tapi justru punya peranan krusial dalam membantumu menyusun langkah konkret menuju perubahan nyata. Teori perubahan membantu memetakan titik awal (identifikasi masalah), titik akhir (penyelesaian masalah), serta bagaimana setiap titik dalam konstelasi itu dapat saling berhubungan.
Suluh Penggugah mengajak kamu menentukan jenis perubahan yang diinginkan dengan menggunakan konsep dari-menjadi. Dalam proses dari ke menjadi, ada tiga perubahan yang perlu diperhatikan: pendapat, perasaan, dan perilaku. Untuk mengubah pendapat, bayangkan apa yang akan kamu pikirkan jika berada di posisi penerima pesan. Untuk mengubah perasaan, bayangkan emosi penerima pesan dan hubungkan dengan kebutuhan dasarnya. Sementara untuk mengubah perilaku, gunakan kalimat yang konkret dan jelas sehingga pesan menjadi lebih mudah dimengerti.
Mari kita coba dengan contoh kasus yang lebih sederhana. Gimana jadinya jika salah satu temanmu minta saran ke kamu tentang pertemanannya yang renggang akibat kesibukan yang terlalu padat? Coba kita uraikan satu persatu ya~
| Dari | Menjadi |
Pendapat | Saya sulit meluangkan waktu bertemu sahabat karena jadwal kerja yang padat | Jika saya menjadwalkan pertemuan dari jauh-jauh hari, saya dapat menyelesaikan pekerjaan lebih awal dan punya waktu yang lebih lowong. Dengan begitu, saya dapat bertemu sahabat lebih rutin |
Perasaan | Merasa sedih dan bersalah karena tidak dapat meluangkan waktu untuk sahabat | Senang karena dapat bertemu sahabat lebih rutin |
Perilaku | Tidak menemui sahabat | Bertemu sahabat lebih rutin |
Berdasar tabel dari-menjadi di atas, dan pengetahuan kebutuhan dasar kontak sosial yang ingin dipenuhi, kamu bisa menyampaikan ajakan sebagai berikut:
Jadwal kerja yang padat menyulitkan kita saling bertemu. Supaya nggak terus merasa sedih dan bersalah karena persahabatan kita merenggang, bagaimana kalau kita mulai menjadwalkan pertemuan dari jauh-jauh hari? Dengan begitu, kita lebih semangat menyelesaikan tugas-tugas dan jadwal kita juga bisa jadi lebih lowong. Kita bisa ketemu lebih rutin, deh.
4. Merapikan Narasi dengan Struktur ABT
Bukan, bukan. ABT tuh bukan Anak Bapak Tebe #YangTauTauAja. Tapi kepanjangan dari And, But, Therefore. Struktur ini bisa membantu membuat narasimu lebih rapi dan mudah diterima. Ibaratkan ABT seperti sebuah serial televisi yang seru dan menggugah. And berperan sebagai pemberi konteks, yang membantu kamu mengerti alur ceritanya. But mempresentasikan konflik, ini yang bikin kamu kecantol dan pingin tahu akhirnya. Terus biar nggak ngegantung, resolusi dihadirkan lewat therefore. Kebayang ya alurnya? Konteks (and), konflik (but), dan resolusi (therefore). Coba kita praktikkan struktur ini dengan masalah sebelumnya (persahabatan renggang akibat jadwal kesibukan padat).
Saya ingin bertemu sahabat lebih rutin dan menjaga persahabatan kami tetap awet, tapi akhir-akhir ini persahabatan kami merenggang karena jadwal pekerjaan saya yang cukup padat, sebab itu kami perlu menjadwalkan waktu pertemuan secara berkala dari jauh-jauh hari demi menjaga persahabatan kami tetap hangat dan erat.
5. Ganti Brainstorming dengan Brainwriting
Ada solusi nih untuk organisasimu yang kalau meeting cari gagasan bisa berjam-jam tapi bahasannya itu-itu aja: brainwriting. Eits, buat kamu kaum brainstorming jangan mendadak defensif dulu. Brainstorming secara teori sebenarnya baik karena bermaksud untuk mengikutsertakan setiap orang dalam proses diskusi. Tapi pada praktiknya, seringkali hanya satu sampai dua orang yang vokal atau nyaman berbicara dalam forum aja yang menyumbang ide. Teman-teman yang lebih nyaman menyampaikan gagasan lewat cara lain (misalnya dengan menulis atau menggambar), jadi terpaksa diam dan malah nggak punya ruang berpendapat.
Teknik brainwriting mendorong seluruh peserta pertemuan berpartisipasi dengan menuliskan idenya pada secarik kertas (bisa kertas tempel/post-it atau jenis kertas apapun). Ide-ide ini kemudian saling ditukar dengan peserta pertemuan lain. Setiap orang bisa menambahkan unsur baru pada ide yang sudah ada. Baru setelah proses menukar, membaca, dan menambahkan ide selesai, ide-ide yang ada dipresentasikan kepada forum. Dengan begitu, pertemuan curah ide bisa berjalan lebih efisien dan yang terpenting membuahkan banyak gagasan.
Commentaires