top of page

Catatan RECO bagian 2: Menelusuri Arus Polarisasi dan Belajar Menikmati Konflik

Kita mengasosiasikan konflik dengan ketidaknyamanan, sehingga seringkali ia dilihat melalui kacamata yang negatif. Padahal ketika diurai secara produktif, konflik bisa jadi kesempatan untuk menemukan kekuatan tim dan satu sama lain, lho. Dalam pelatihan Reimagining Collaboration (RECO) 27-29 Februari di Sanur, Bali, kami menyelami konflik dengan sepasang lensa baru. Kami diajak lebih kritis dalam menelaah konflik, kubu apa yang berpolarisasi dan di antara keduanya di mana kita berdiri; pada sisi negatif atau positifnya?



Ketika dihadapkan dengan ketegangan, seringkali kita yang punya gaya konflik move with  dan move away menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan prinsip “udah deh yang penting cepet aja”. Padahal dalam proses menemukan titik tengah itu, seringkali kita mengompromikan nilai-nilai pribadi, kreativitas dalam merumuskan solusi, dan justru bikin perkembangan diri dan organisasi jadi mandek. 


Kalau kamu mendapati diri terjebak dalam siklus konflik-kompromi-dongkol tadi, sini kenalan sama konsep “polarisasi” cling cling. Polarisasi sebetulnya bukan istilah baru, kata ini merujuk pada dua sisi yang berseberangan namun saling berkaitan. Kalau biasanya kita didorong untuk menemukan masalah, pada pelatihan RECO di Bali,  kami diminta menemukan polarisasi-nya. Heh? Emang bedanya apa? Sederhananya gini, masalah diselesaikan lewat satu atau beberapa solusi yang terpisah dari satu sama lain. Sementara polarisasi diselesaikan melalui satu atau beberapa solusi yang saling berkaitan, jadi nggak kepisah ya genk


Selain itu, dalam memetakan masalah kita cenderung meletakkan dua kubu yang berkontradiksi dan melabelinya sebagai ‘positif’ atau ‘negatif’. Misalnya dalam kubu cepat dan lambat, kita akan mengasosiasikan cepat sebagai sisi positif dan lambat sebagai sisi negatif. Kerangka berpikir itu yang berusaha dibongkar lewat metode polarisasi. Dalam polarisasi, kedua kubu punya sisi negatif dan positifnya masing-masing. Yang kemudian perlu kamu dan tim lakukan adalah ‘menyusuri’ sisi negatif dan positif dari setiap kubu dan menemukan keseimbangan di antara keduanya.


Menelusuri Polarisasi


Untuk membantu kamu memahami polarisasi dengan lebih baik, kita coba pakai studi kasus ya. Asumsikan organisasimu berada di antara dua argumen: mendengarkan petuah senior atau memberi kesempatan pada orang muda. Kedua kubu yang berseberangan adalah kubu masa lalu (petuah senior) dan kubu masa depan (orang muda). Yuk kita telusuri sisi negatif dan positif dari keduanya~



Berdasarkan peta polarisasi di atas, mendengarkan petuah senior menjadi penting karena ia datang dari pengalaman, dapat memberi kepastian, serta mampu menjaga stabilitas. Meski begitu, terus-menerus memprioritaskan pendapat senior tanpa mempertimbangkan suara lain dapat membuat organisasi kita menjadi repetitif, tidak relevan, dan kurang inklusif. Di sisi lain, orang muda punya gagasan yang inovatif, terbuka, dan kreatif. Namun kualitas-kualitas ini dapat pula berujung pada keputusan yang impulsif, reaktif, dan kinerja yang tidak konsisten. 


Setelah kamu selesai memetakan sisi negatif dan positif dari kedua kubu, coba melihat seluruh sisi ini sebagai satu kesatuan yang saling terkait. Kamu dapat menggunakan kalimat di bawah sebagai panduan. 



Lengkapi kalimat tersebut dengan sisi positif dan negatif dari masing-masing kubu. Bayangkan kedua kubu yang berpolarisasi itu sebagai satu simbol infinity yang terhubung dan mengalir. 


Dari gambar di atas kamu dapat menyadari bahwa solusi tidak ditemukan dari satu sisi saja, namun dengan melihat kedua sisi sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Ini penting untuk diingat karena seringkali dalam upaya mengurai ketegangan, kita akan memilih satu solusi tanpa mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari solusi-solusi lain. Kalau udah gitu, organisasi akan rentan terjebak dalam pusaran power struggle. Setiap pihak malah lebih fokus dalam memenangkan argumen mereka masing-masing alih-alih mencari penyelesaian yang akan menguntungkan kolektif.


Jadi berdasarkan peta polarisasi di atas, apa solusi dari masalah “mendengarkan petuah senior” dengan “memberi kesempatan pada orang muda”? Bikin pendekatan yang lebih inklusif dan kreatif dengan pengalaman sebagai basis! Keuntungan lain dari menggunakan metode ini adalah kita tahu kapan kita terlalu condong ke satu kubu. Misal dalam kasus masa lalu dan masa depan, ketika kita bersikap terlalu reaktif bisa jadi kita terlalu condong ke kubu masa depan dan perlu diseimbangkan dengan kebijaksanaan dari masa lalu. Sebaliknya ketika kita mendapati diri bersikap repetitif, bisa jadi organisasi terlalu condong ke masa lalu dan perlu menilik ke masa depan.


Menikmati Konflik


Pada akhirnya, memetakan polarisasi dapat membantu kita ‘menikmati’ konflik. Ketegangan nggak lagi dipandang sebagai halangan, tapi justru kesempatan untuk tumbuh. Di pelatihan RECO, kami juga diajak menggali developmental edge kami. Eh, jangan muter mata dulu! Ini bukan istilah rumit yang dibikin-bikin kok. Simplenya developmental edge adalah learning goal atau tujuan belajar kamu. 


Setelah paham lebih dalam tentang polarisasi, apa ada yang berubah dari tujuan belajarmu atau justru jadi muncul tujuan belajar baru? Lebih nyaman di tengah ketegangan, misalnya? Apapun developmental edge-mu, jangan lupa dimanfaatkan untuk bikin ruang yang lebih nyaman, inklusif, dan menyenangkan untuk semua ya~

18 views0 comments
bottom of page